Ada kelas yang dihindari, bahkan ada siswa yang ditakuti. Begitulah keluh kesah kami di rutinitas Sabtu ini. Tim pengajar sukarelawan yang sengaja tidak pulang demi menunaikan salah satu kewajiban tri darma perguruan tinggi, yakni pengabdian.
Berjarak hampir 3 KM dari Universitas, Sekolah dasar yang terletak di sudut Jatinangor ini memang jauh dari pusat jalan raya, tak ada kendaraan umum yang bisa kami tumpangi, dengan bahagia kami tempuh dengan berjalan kaki.
Mengajar dan berbagi tawa, menginspirasi bahkan terinspirasi, tak jarang kesal berhasil mendominasi karena sulit sekali mengatur tingkah laku mereka yang menjengkelkan setengah mati, namun semua harus dikendalikan, dan di sinilah kesabaran diuji ditingkat yang paling tinggi.
Lonceng berbunyi, puluhan anak yang sedari tadi berkumpul bersenda gurau berlari memasuki kelasnya masing-masing. Keringat lembut bercucuran membasahi kerah baju mereka yang sudah kekuningan, tak jarang saos pun ikut menempel dengan berbagai kotoran di baju mereka, indah sekali. Sepatu mereka lepas lalu duduk berdesakan di satu meja yang harus di isi oleh empat orang siswa. Riuh dan gaduh, mereka seperti tak bosan melempar tawa bahkan saat pelajaran akan dimulai.
"Kakak kakak, Syifa sekarang hafal aksara Sundanya sudah sampai... HA NA Ca Ra Ka Da Ta Sa wa La, ayo kak cepat masuk, tambah lagi tambah lagi!!" Sambut Siswa paling pintar di kelas lima, sambil memegang tangan dia tersenyum, tanpa beban dan tanpa kesedihan. Aaah,
dari merekalah kami banyak belajar.
Pagi ini ku buka dengan senyum hangat, Ikhlas, dan tak boleh terpaksa. Sebagian dari mereka sudah duduk rapih, buku catatan dan alat tulis mereka persiapan. Walaupun tetap saja di bangku yang paling belakang, gerombolan siswa yang 'ditakuti' tadi masih saja membuat rusuh seisi kelas. Ku abaikan saja mereka yang hanya ingin mendapat perhatian lebih dari yang lain.
Lagi, bahan ajar tak sempat kami persiapkan. Semua hanya berjalan sesuai skenario Tuhan, semoga dimudahkan dengan hasil yang bermanfaat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar