"Apa yang harus dilakukan ketika kepercayaan seorang ibu sudah hilang? seperti apakah aku bersikap menghadapi kekecewaannya padaku, si anak kesayangan yang membangkang? Sedurhaka inikah kelakuanku hingga yang terjadi sekarang justru melemahkan niat untuk menjadi pribadi yang bukan dulu lagi? Kurang kah aku memberi pengertian hingga ibu sama sekali tidak mengerti?? Atau aku yang mementingkan diri sendiri hingga aku lupa bahwa di sana ada hati yang terus cemas dan mengkhawatirkan setiap langkah yang aku lewati? Tuhan, egois sekali diri ini!"
-Selamat dari kecelakaan yang terjadi mengingatkan aku pada mustajabnya do'a seorang ibu. Baik sekali Tuhan masih mengabulkannya, padahal do'a tersebut hanya ditunjukan pada seorang anak yang lalai dan lupa bagaimana cara berbalas budi.-
Aku ceritakan sedikit kenapa hal ini bisa terjadi,
Akhir-akhir ini hubungan aku dan ibu memang tidak terlalu baik, kami sudah jarang berkomunikasi. Waktu seperti enggan mempertemukan, pun bertemu tidak sampai dua setengah jam, hal tersebut membuat kami mulai berjarak dan aku justru mengabaikan keadaan ini yang berkemungkinan membuat aku kehilangan lebih banyak waktu bersamanya. Sedih rasanya ketika aku merasa bahwa Ibu sudah tak tahu lagi tentang hal yang aku lakukan. Padahal bila ku ingat dulu, ibu lah yang aku temui dan menjadi tempat bercerita dan berkeluh kesah yang paling tepat. Kegiatan yang aku ikuti sekarang membuat kami tak seromantis dulu lagi, jujur aku rindu masa dimana kami yang selalu berbagi ilmu, tetapi keadaan yang berbeda membuatku tak peduli dan sering mengabaikannya. Ketika hari libur aku jarang ada di rumah, keingintahuanku tentang hal yang baru membuatku menjadi asing dengan tempat tinggalku sendiri, aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar, menyibukkan diri bersama teman-teman dan itu aku lakukan hampir setiap saat. Ketika di rumah aku seperti berkunjung, suasana kekeluargaan jarang aku rasakan ketika aku yang sering pulang larut malam. Tak ubahnya persinggahan, di sini aku hanya menumpang tidur, aku lupa pada ibu yang aku yakin sekali ia pasti menanti cerita bahagia dan duka yang aku alami.
Sejak ibu mengalami permasalahan pendengaran, aku hanya bercerita seperlunya saja. Tak banyak yang ku bagi, aku lelah ketika berbicara dengan volum suara yang besar, ditambah dengan berbagai celetukan orang yang menganggap tidak sopan karena berbicara dengan suara nada yang tinggi. Terlalu risih juga rasanya bila apa yang aku ceritakan pada ibu juga didengar orang lain di luar. Di tambah lagi intensitas pertemuanku dengan ibu yang terbilang langka yang membuat kami semakin jauh saja.
Aku tahu, tahu sekali hal yang aku lakukan ini salah. Aku kecewa pada pilihanku yang tidak memprioritaskan ibu pada posisi pertama. Sekali lagi, keadaan yang membuatku menyerah dan aku memilih apa yang sedang aku kejar.
Namun kejadian siang tadi membuatku sadar betapa bodoh dan kelirunya keputusan yang ku ambil. Aku mengabaikan hal sederhana yang seharusnya aku lakukan.
"Setidak pentingkah ibu hingga berkabar pun sulit kau lakukan?!"
Ya, tanpa izin aku memuaskan hawa nafsu, melupakan tentang janji kapan seharusnya aku kembali. Tidak pulang dan tidak memberitahu ibu adalah kesalahan fatal, membuatnya khawatir dan menunggu kabar adalah dosa besar yang sering tidak aku pedulikan. Hingga Tuhan menegurku dengan cara-Nya yang luar biasa, aku hampir kehilangan nyawa.
Komentar
Posting Komentar