Langsung ke konten utama

REVIEW NOVEL | Rembulan Tenggelam di Wajahmu


Judul: Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta
Tahun terbit: 2009 (cetakan ke-2)
Tebal: 426 halaman


"Puteri, sekarang Jakarta gerimis. Cepat sekali berubah. Kayak hati. Semoga pengertian, mau saling mengalah, saling menghargai, saling menjaga, komunikasi yang baik, dan tentu saja yang paling penting pemahaman agama yang baik menyertai kasih sayang. Biar abadi sayangnya. Tidak seperti cuaca." Jakarta, 6 Januari 2009.

Prakata di halaman awal novel ini yang berupa catatan kecil di atas membuat saya tertarik untuk memulai petualangan saya menyelami kembali dunia imajinasi seorang Tere Liye, setelah sebelumnya saya dibuat terlena dengan cerita dalam Novel "Moga Bunda disayang Allah", dan "Daun yang jatuh tak pernah membenci angin".

Novel ini berkisah tentang seorang pasien sekarat -pemilik kongsi bisnis terbesar- bernama Rehan Raujana (Ray) yang diberikan kesempatan untuk mendapat jawaban tentang lima pertanyaan yang berkecamuk dalam dirinya. Ditemani seseorang yang digambarkan memiliki wajah yang menyenangkan, ia kembali ke masa lalu untuk mendapatkan penjelasan atas berbagai pertanyaan yang mengganjal hidupnya.

Ray, seorang lelaki yang mengutuki kehidupannya setiap saat justru diberi kesempatan yang tidak dimiliki orang banyak. Apa rahasianya?

***

Ray memiliki masa lalu yang memprihatinkan, orang tuanya meninggal dalam tragedi kebakaran yang disengaja, yang membuat Ray harus menikmati masa kecilnya di sebuah panti. Si penjaga panti memiliki perangai yang buruk, ia hanya memanfaatkan anak panti asuhannya untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar mimpinya dapat terwujud -penjaga panti ingin naik haji-.

Rehan kecil yang menyadari akan ketamakan penjaga panti mulai berani melakukan perlawanan, ia meninggalkan panti dan memilih hidup sendiri di jalanan setelah dipukuli oleh penjaga panti karena dituduh mencuri (di bab selanjutnya diceritakan bahwa benar Ray yang mencuri).

Dan di sinilah pertanyaan pertama muncul; kenapa masa kanak-kanaknya harus ia habiskan di panti asuhan yang menyebalkan itu? Masa kecil yang seharusnya menyenangkan justru menjadi masa yang paling ia benci sepanjang hidupnya.

Ray melanjutkan hidupnya menjadi gelandangan di sebuah terminal. ia belajar mencopet, memalak uang, mencuri di ruko, dan berjudi. Hidupnya penuh kebebasan, tak ada kekangan dan tak ada lagi pukulan dengan rotan.

Suatu hari ketika Ray hendak mengambil paksa uang dalam kotak toilet yang dijaga Diar (teman sekamarnya saat di panti) ia tertarik untuk mencuri celana milik supir bus. Setelah berhasil mencurinya, ia berlari secepat mungkin agar tidak ketahuan. Diar berusaha mengejar Ray, namun Ray sudah hilang ditelan malam. Kejadian yang menimpa Diar selanjutnya yang membuat saya bercucuran air mata, namun alasan Diar melakukan itu semua yang membuat saya semakin menangis. Dan sesuatu yang terjadi setelah kejadian itu membuat saya berpikir, "luar biasa imajinasi Bang Tere!"

Uang curiannya Ray gunakan untuk berjudi dan ia memenangkan semua taruhan malam itu. Namun kejadiaan naas menimpa dirinya, ia dicegat dua orang preman dan dipaksa agar menyerahkan seluruh uang yang ia miliki, Ray tentu menolak. Akhirnya belati pun menusuk dan merobek ginjalnya. Beruntung Ray masih diberi kesempatan hidup, ia segera dipindahkan ke Ibukota untuk mendapat operasi lanjutan.

Setelah pulih ia melanjutkan cerita hidupnya di sebuah rumah singgah, di tempat yang menyenangkan bersama orang-orang yang menyenangkan pula. Ada Bang Ape, Natan seorang pengamen yang memiliki suara emas, Ilham pelukis yang hebat, dan anak-anak lain yang memiliki kelebihan masing-masing. Ray sempat bersekolah dan mengisi waktu luangnya ikut mengamen bersama Natan. Namun, lagi-lagi, tragedi tidak menyenangkan membuat Ray harus meninggalkan rumah singgah tersebut. Ia kemudian bertemu dengan Plee dan menjalankan bisnis haram dengan alasan dan tujuan yang baik. Hingga akhirnya Plee dihukum mati dan Ray pergi berkelana kembali.

Dalam bab-bab selanjutnya, terbukalah semua tabir yang menutupi cerita hidup Ray, tentang bagaimana kemudian ia bisa menjadi seorang pembisnis yang menggurita, atau cerita saat ia bertemu dengan bidadari syurganya, lalu harus merasakan pedihnya sebuah kehilangan. Kehidupannya yang seperti benang kusut mulai terurai dengan perlahan. Namun, sebagai pembaca, tentu saya merasakan pula ada kejanggalan pada beberapa kejadian yang tidak masuk akal dan terkesan dipaksakan. Selebihnya, saya menikmati alur cerita yang dikemas oleh bahasa khas Tere Liye dan nasehat-nasehat lamanya yang membuat saya menghela napas lega.

Dan saya tutup review ala kadarnya ini dengan salah satu nasehat yang terkandung di dalamnya:

"Seseorang yang memiliki tujuan hidup, maka baginya tidak akan ada pertanyaan tentang kenapa Tuhan selalu mengambil sesuatu yang menyenangkan darinya, kenapa dia harus dilemparkan lagi ke kesedihan. Baginya semua proses yang dialami, menyakitkan atau menyenangkan semuanya untuk menjemput tujuan itu."

Saya sudah memiliki tujuan hidup, kalau kamu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUDAYA | KESELARASAN JAMPÉ UBAR HATÉ DENGAN HADIST NABI (tentang kuatnya doa orang yang teraniaya)

Oleh: Heni Meliyanawati Tahukah anda bahwa Desa Ciparakan yang terletak di Kecamatan  Kalipucang, Pangandaran  merupakan gudangnya ilmu  mantra ?  Di desa ini  berbagai jenis  mantra  mudah sekali ditemukan dan ternyata masyarakatnya pun masih menggunakan  mantra dalam kehidupannya sehari-hari. M ulai  dari mantra yang digunakan untuk memulai suatu pekerjaan ( Jangjawokan ), mantra untuk menyembuhkan penyakit ( Jampé ), mantra dalam urusan menguasai jiwa yang lain ( Asihan ), mantra agar memiliki kekuatan ( Ajian ), mantra agar tidak diganggu oleh bangsa jin ( Singlar ), dan mantra yang digunakan untuk keselamatan ( Rajah ). Mantra sebagai salah satu karya sastra puisi  buhun  (kuno) lahir dalam masyarakat Sunda primitif. Menurut  Hauser (dalam Faruk, 2013:12), kesusastraan zaman primitif ini terbagi menjadi dua, yakni ketika masyarakat masih dalam pola produksi sebagai masyarakat berburu, misalnya, seni cenderung m...

NHW #6 Belajar Menjadi Manager Keluarga Handal | Heni Meliyanawati

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh Apa kabar pembaca yang budiman? Gak kerasa ya sudah hari Minggu lagi, dan seperti biasa, di hari Minggu malam ini adalah jadwal saya untuk merampungkan Nice Homework saya untuk program matrikulasi batch 7 di Institut Ibu Profesional.  Di NHW kali ini, saya belajar tentang cara menjadi manager keluarga yang handal. Bisa dibilang NHW kali ini adalah NHW yang paling saya favoritkan, kenapa ? Karena saya menjadi tahu tugas spesifik menjadi ibu itu seperti apa, dan NHW kali ini bisa membantu saya untuk menyusun kegiatan sehari-hari agar lebih terstruktur dan bisa lebih fokus ke pekerjaan yang harus diprioritaskan, hampir mirip dengan NHW #2 ya. Namun sebelum ke bagian inti, tidak seperti biasanya, saya ingin berbagi materi yang telah disusun oleh tim matrikulasi IIP batch 7 mengenai IBU MANAGER KELUARGA HANDAL. Selamat membaca! *Motivasi Bekerja Ibu* Ibu rumah tangga adalah sebutan yang biasa kita dengar untuk ibu ...

SALAH ASIH

Iwal ti Pangeran, hirup kuring saha deui nu nyaho. Kamari kuring bungah asa pangbungahna saalam dunya, ayeuna kuring nyungkelit sorangan nurub diri ku batin kaleungitan. Naha ngan sajorélat? Tali asih anu ku kuring dipiharep bakal manjang geuning ngan nyésakeun bangkarakna, naha manéhna bet téga? Ninggalkeun kuring ngan ukur mekelan kasedih. Haté peupeus harepan pupus, geuning manéhna leuwih milih nu lian, rarasaan mah kurang kumaha kuring méré kanyaah keur manéhna, teu ingeteun kitu kana janjina baheula, ongkoh rék mikaasih najan loba nu leuwih, saeutik gé ceunah moal kagoda ku napsu dunya. Ras Inget kajadian saminggu kamari basa manéhna kapanggih ku kuring keur bobogohan jeung nu séjén, ku téga Amir salingkuh jeung babaturan sorangan. Mirna saruana, hianat ka kuring nu geus jadi babaturanana ti leuleutik. Hanjakal harita bet kudu ditepungkeun, niatna mah ngarah wanoh, geuning ngadon jadi mamala. Najan kuring narima basa manéhna ménta pepegatan, angger ari kasedih mah teu bisa nah...