Pembaca yang budiman, sebelum saya menyentuh inti dari tulisan saya kali ini, izinkan saya untuk bercerita tentang masa kecil saya yang ternyata sedikit akrab dengan dunia tulis menulis. Beberapa waktu yang lalu saya sempat menemukan buku diary yang tergeletak begitu saja, saat saya buka, ternyata itu catatan harian saya saat saya masih anak-anak. Saya lupa tepatnya umur berapa saya mulai menuliskan semua tentang cerita hidup di buku diary itu, yang saya ingat, saya menulis di buku diary karena terinspirasi oleh film kartun Hamtaro (hamster imut nan menggemaskan) tepatnya oleh tokoh Laura (pemilik Hamtaro), yang di akhir episode dia selalu menuliskan kegiatannya di buku diary.
Saat saya membaca buku diary saya, saya menemukan betapa polosnya pikiran saya. Segala macam perasaan tumpah ruah di sana, ada kesedihan karena tidak bisa ikut lomba tujuh belasan, terharu saat kakak begitu perhatian, dan kebahagiaan karena punya kegiatan rutin bersama teman-teman di kampung.
Hal terpenting yang saya apresiasi dari buku diary saya adalah saya menemukan kejujuran dari setiap kata yang saya tulis. Saya benar-benar menuliskan semua hal yang saya rasakan, begitu mengalir tanpa ada keinginan "harus dibagus-bagusin". Dan kejujuran itu yang ingin saya terapkan dalam proses menulis sekarang.
Jujur yang saya maksud di sini -apalagi untuk cerita fiksi- bukan tentang menuliskan kisahnya sesuai dengan kenyataan yang ada, sebab dalam karya sastra ada peran imajinasi yang bermain untuk membuat kisahnya lebih hidup. Jujur maksudnya adalah cerita yang kita tulis -selain harus orisinal- juga sesuai dengan apa yang memang ingin kita tulis, jangan ditahan-tahan, biarkan mengalir begitu saja. Nah baru deh setelah proses menulis selesai, boleh lah dipoles dikit-dikit supaya hasilnya bisa lebih maksimal. Atau sebelum dipublikasikan mau didiskusikan dulu dengan teman? Itu boleh banget, sebab teman yang akan membantu menemukan berbagai kekurangan dalam karya kita yang tidak bisa kita lihat.
Bagi saya semua cerita yang saya tulis di blog ini -baik fiksi maupun nonfiksi- haruslah jelas, lancar, santai, serta mampu berperan untuk menceritakan kembali kisah hidup yang saya lihat, dengar, atau bahkan saya rasakan sendiri. Saya membebaskan cerita dengan imajinasi seliar mungkin, saya ingin melampaui batas kegilaan yang saya miliki.
Saat saya menulis, saya tak ingin menjadi orang lain. Saya bebaskan diri saya untuk berkreasi sesuai kemampuan saya. Meski saya tak menampik jika saya pun memiliki idola dalam dunia kepenulisan dan dijadikan rujukan, salah satu diantaranya adalah Cerpenis Kurniawan Junaedhie, yang aduhaaaiii betapa cerpen-cerpennya jujur sekali, dia menjadi panutan saya dalam menulis cerpen, dia berani, lantang, namun karyanya tetap dapat dipertanggungjawabkan. Saya selalu dikejutkan dan tersentak oleh alur cerita berkat keajaiban imajinasinya, format yang semula bagaikan realisme tak jarang berakhir absurd, dan itulah keunikannya, dia hampir tidak pernah tidak membuat saya jatuh cinta setiap membaca karya yang dia lahirkan.
Pembaca yang budiman, sekian cerita saya untuk hari ke-02, semoga kalian bisa memetik manfaat dari tulisan sederhana ini. Terimakasih sudah sudi membaca, dan sampai jumpa di cerita hari ke-03.
Salam hangat,
Henim 🌱
Komentar
Posting Komentar