Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka," yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pembaca yang budiman, teks di atas adalah terjemahan dari firman Allah SWT yang tercantum dalam QS. Al-ahzab ayat 59. Ayat tersebut sering digunakan sebagai hujjah (argumentasi) tentang kewajiban perempuan muslimah dalam menggunakan jilbab.
Jilbab adalah perkara yang sederhana, ia berfungsi sebagai penutup aurat bagi kaum Hawa. Hakikat jilbab selain untuk menutupi aurat, juga berfungsi untuk menjaga kesucian dan kehormatan perempuan muslimah dari mata para lelaki yang bukan muhrim-nya. Sejatinya, jilbab digunakan sebagai pembungkus kecantikan, yang kelak kecantikannya hanya boleh "dinikmati" oleh pasangan hidupnya yang terikat oleh janji suci pernikahan.
Apabila kita melihat fenomena yang terjadi sekarang, banyak perempuan muslimah (mungkin termasuk saya) yang menggunakan jilbab justru sebagai alat untuk berlomba dalam menampilkan kecantikannya. Banyak dari kita yang rela menguras isi dompet hanya untuk mengikuti perkembangan mode pakaian dengan gaya jilbab yang bermacam-macam, hanya agar terlihat lebih cantik, anggun, dan lebih menawan. Namun, bukankah dengan keinginan kita untuk menampilkan kecantikan justru sebagai manifestasi bahwa kita ingin dilihat, ingin dipandang dan diperhatikan? Lalu dimanakah fungsi utama jilbab yang telah kita singgung di atas sebagai penutup kecantikan kalau ternyata ia digunakan sebagai alat agar kita terlihat lebih cantik?
Saya tidak memungkiri, bahwa dalam diri perempuan ada hasrat untuk tampil lebih menarik dengan menonjolkan sisi kecantikannya, dan untuk hal ini Islam telah mengaturnya sedemikian rupa, tentang batas-batas mana saja kecantikan perempuan itu boleh diperlihatkan, dan di depan siapa saja kita boleh mengekspresikan kecantikan bahkan sepuas-puasnya. Dan sekarang apa yang terjadi? Sosial media, seperti instagram dan facebook, justru digunakan sebagai tempat untuk memamerkan kecantikannya dengan jilbab yang warna-warni, hanya demi mendapat pujian dan jempol virtual (like) sebanyak-banyaknya. Semakin banyak like, semakin banggalah ia rupanya.
Dari sini saja kita sudah bisa melihat tentang penggunaan jilbab yang salah kaprah. Jilbab seolah kehilangan esensinya sebagai penutup, ia berubah menjadi alat pendukung hanya karena dorongan hasrat sebagian perempuan muslimah yang memiliki keinginan untuk tampil lebih menawan.
Komentar
Posting Komentar